Banner 468 x 60px

 

Senin, 22 Mei 2017

INTEGRITAS PRIBADI KONSELOR

0 komentar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah Bimbingan dan Koseling sudah sangat Populer dewasa ini, bahkan sangat penting peranannya dalam system pendidikan kita. Ini semuanya terbukti karena Bimbingan dan Konseling telah dimasukkan dalam Kurikulum dan bahkan merupakan ciri khas dari kurikulum SMP dan SMA/SMK tahun 1975, 1984, 1994, 2004, dan KTSP di Seluruh Indonesia. Bimbingan dan Konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan kita, mengingat bahwa Bimbingan dan Konseling adalah salah satu kegiatan bantuan dan tuntutan yang diberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah dalam rangka meningkatkan mutunya. Hal ini sangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pendidikan itu adalah merupakan usaha sadar yang bertujuan mengembangkan kepribadian dan potensi-potensinya (bakat, minat, dan kemampuannya). Kepribadiannya menyangkut masalah prilaku atau sikap mental dan kemampuannya meliputi masalah akademik dan keterampilan. Tingkat kepribadian dan kemampuan yang dimiki seseorang merupakan sauatu gambaran mutu dari orang bersangkutan. B. Rumusan Masalah 1. Bagaiman ruang lingkup pelayanan konseling di sekolah ? 2. Bagaimana pelayanan professional ? 3. Apa-apa saja batas kewenangan pelayanan oleh konselor ? 4. Bagaimana kaitan konseling dengan bidang profesi lain ? C. Tujuan Makalah 1. Untuk menjelaskan ruang lingkup pelayanan konseling di sekolah 2. Untuk mengetahui bagaimana pelayanan professional 3. Untuk mengetahui batas kewenangan pelayanan oleh konselor 4. Untuk mengetahui kaitan konseling dengan bidang profesi lain BAB II PEMBAHASAN A. Ruang Lingkup Ranah Pelayanan Konseling di Sekolah Secara garis besar kita dapat memahami tentang formulasi ruang lingkup bimbingan dan konseling dengan focus dalam dunia pendidikan(sekolah), yaitu: • Subjek utama yang dilayani oleh bimbingan adalah semua peserta didik di sekolah yang bersangkutan dengan tidak ada pengecualian.para siswa yang dilayani melipiuti jenjang pendidikan dasar hinggavperguruan tinggi. • Subjek lain yang di bantu oleh bimbingan dengan pelayanannya adalh guru, staf sekolah lainnya, orang tua peserta didik dan masyarakat sekitar, yang dalm pelaksanaannya bimbingan berpegang teguh pada batas-batas konsep pelayanan yang berhubungan dengan subjek yang bersangkutan masing-masing. • Wujud bantuan yang dilayani oleh bimbingan dan peserta didik adalahh penyediaan wawasan, sehingga peserta didik yang aktif mengarahkan dirinya sendiri atas wawasan yang di sediakan oleh bimbingan. • Waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan layanan bimbingan, berlangsung menurut kegiatan kurikuler resmi sekolah yang bersangkutan, dan dapat terjadi did lam maupun di luar sekolah. • Tanggung jawab bertugas bimbingan mengenai perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan pengembangan program bimbingan berorientasi kepada kepala sekolah sebagai penanggung jawab tertinggi seluruh program sekolah yang bersangkutan . Secara umum tujuan Penyelenggaraan bantuan pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah adalah berupaya membantu siswa menemukan pribadinya dalam hal mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya, serta menerima dirinya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut. Bimbingan juga membantu siswa dalam rangka mengenal lingkungan dengan maksud agar peserta didik mengenal secara objektif lingkungan. Lebih khusus, untuk mencapai tujuan tersebut, ruang lingkup Bimbingan dan Konseling di Sekolah mencakup upaya bantuan yang meliputi bidang Bimbingan pribadi, Bimbingan Sosial, Bimbingan Belajar dan Bimbingan karier. 1. Bidang Bimbingan Pribadi Sosial Dalam bimbingan pribadi, membantu siswa menemukan dan mengembangkan pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha esa, mantap dan mandiri serta sehat jasmani dan rohani. Dalam bidang bimbingan social, membantu siswa mengenal dan berhubungan dengan lingkungan social yang dilandasi budi pekerti luhur, tanggung jawab kemasyarakatan dan kenegaraan. Bimbingan Pribadi-Sosial berarti bimbingan dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatasi pergumulan-pergumulan dalam dirinya sendiri dibidang kerohanian, perawatan jasmani, pengisian waktu luang, penyaluran nafsu seksual dan sebagainya, serta bimbingan dalam membina hubungan kemanusiaan dengan sesama diberbagai lingkungan. 2. Bidang Bimbingan Belajar Dalam bidang bimbingan belajar, membantu siswa mengembangkan diri, sikap dan kebiasaan belajar yang baik untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan serta menyiapkannya melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Bimbingan belajar atau akademik ialah bimbingan dalam menemukan cara belajar yang tepat dalam memillih program studi yang sesuai dan dalam mengatasi kesukaran-kesukaran yang timbul berkaitan dengan tuntutan-tuntutan brelajar di suatu instansi pendidikan. 3. Bidang Bimbingan Karier Bimbingan karier ialah bimbingan dalam mempersiapkan diri mengahadapi dunia pekerjaan, kelak memilih lapangan pekerjaan atau jabatan/profesi tertentu serta membekali dirinya supaya siap memangku jabatan itu, dan menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan dari lapangan pekerjaan yang telah dimasuki. B. Makna Pelayanan Profesional 1. Profesi Luar biasa. Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional tersebut menegaskan bahwa profesi konseling, yaitu profesi yang di sandang oleh konelor, secara resmi berada dalam wilayah pendidikan, yang tentu saja landasan itu mghilangkan keraguan tentang keberadaan profesi konseling, yaitu tidak berada dalam wilayah pendidikan. Lebih jauh, status konselor sebagai pendidik itu di tegaskan bahwa posisinya itu adalah sebagai tenaga professional, sebagaimana dikemukakan “Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pegabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi (pasal 39 ayat 2)” . 2. Profesionalisme Profesionalisme merupakan komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuannya secara terus menerus. “Profesionalisme” adalah sebutan yang mengacu kepada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya. Dalam bekerja, setiap manusia dituntut untuk bisa memiliki profesionalisme karena di dalam profesionalisme tersebut terkandung kepiawaian atau keahlian dalam mengoptimalkan ilmu pengetahuan, skill, waktu, tenaga, sember daya, serta sebuah strategi pencapaian yang bisa memuaskan semua bagian/elemen. Profesionalisme juga bisa merupakan perpaduan antara kompetensi dan karakter yang menunjukkan adanya tanggung jawab moral. C. Batas Kewenangan Pelayanan oleh Konselor 1. Kode Etik Profesi Konselor Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap profesional Bimbingan dan Konseling Indonesia kepada konseli. 2. Dasar Kode Etik Konselor Pancasila, mengingat profesi bimbingan dan konseling merupakan usaha pelayanan terhadap sesama manusia dalam rangka ikut membina warga negara Indonesia yang bertanggung jawab. Tuntutan profesi, yang mengacu pada kebutuhan dan kebahagiaan klien sesuai denagn norma-norma yang berlaku. 3. UU yg mengatur Kode Etik Konselor a. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. b. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (pasal 28 ayat 1, 2 dan 3 tentang standar pendidik dan tenaga kependidikan) d. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru 4. Tujuan Kode Etik a. Mendukung misi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. b. Melindungi konselor yang menjadi anggota asosiasi dan konseli sebagai penerima layanan. c. Kode etik merupakan prinsip-prinsip yang memberikan panduan perilaku yang etis bagi konselor dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling. d. Kode etik membantu konselor dalam membangun kegiatan layanan yang profesional. e. Kode etik menjadi landasan dalam menghadapi dan menyelesaikan keluhan serta permasalahan yang datang dari anggota asosiasi. 5. Keharusan dalam Kode Etik Konselor a. Konselor harus memiliki kualifikasi sebagai seorang konselor yaitu (Bab II Klasifikasi dan Kegiatan Profesional Konselor) 1) Memiliki nilai, sikap, ketrampilan, pengetahuan dan wawasan dalam bidang profesi bimbingan dan konseling (S1 BK). 2) Memperoleh pengakuan atas kemampuan dan kewenangan sebagai konselor (PPK). b. Konselor harus mempunyai standar kompetensi sebagai seorang konselor yang meliputi kompetensi pedagogis, pribadi, sosial dan sosial. c. Pelaksanaan kegiatan layanan d. Pelaksanaan kegiatan layanan diatur dalam (Bab II Klasifikasi dan Kegiatan Profesional Konselor) 6. Harapan dalam Kode Etik Konselor Yang diharapkan dari konselor yang diatur dalam kode etik adalah pemberian layanan dilakukan secara profesional dan efektif. Yang diahrapkan merupakan pemberian pelayanan dengan efektif dan menggunakan segala teknik dan kompetensi yang dimiliki konselor dalam layanan konselingnya. Dengan adanya kode etik tersebut diharapkan konselor melakukan pelayanan mempertimbangkan pemberian layanan tepat sesuai dengan kondisi konseli. 7. Pelanggaran terhadap konseli a. Menyebarkan/membuka rahasia konseli kepada orang yang tidak terkait dengan kepentingan konseli b. Melakukan perbuatan asusila (pelecehan seksual, penistaan agama, rasialis). c. Melakukan tindak kekerasan (fisik dan psikologis) terhadap konseli. d. Kesalahan dalam melakukan pratik profesional (prosedur, teknik, evaluasi, dan tindak lanjut). 8. Pelanggaran terhadap organisasi profesi a. Tidak mengikuti kebijakan dan aturan yang telah ditetapkan oleh organisasi profesi. b. Mencemarkan nama baik profesi (menggunakan organisasi profesi untuk kepentingan pribadi dan atau kelompok) 9. Terhadap Rekan Sejawat dan Profesi Lain Yang Terkait a. Melakukan tindakan yang menimbulkan konflik (penghinaan, menolak untuk bekerja sama, sikap arogan) b. Melakukan referal kepada pihak yang tidak memiliki keahlian sesuai dengan masalah konseli. 10. Sangsi pelanggaran Konselor wajib mematuhi kode etik profesi Bimbingan dan Konseling. Apabila terjadi pelanggaran terhadap kode etik Profesi Bimbingan dan Konseling maka kepadanya diberikan sangsi sebagai berikut: a. Memberikan teguran secara lisan dan tertulis b. Memberikan peringatan keras secara tertulis c. Pencabutan keanggotan ABKIN d. Pencabutan lisensi e. Apabila terkait dengan permasalahan hukum/ kriminal maka akan diserahkan pada pihak yang berwenang. 11. Mekanisme penerapan sangsi Apabila terjadi pelanggaran seperti tercantum diatas maka mekanisme penerapan sangsi yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Mendapatkan pengaduan dan informasi dari konseli dan atau masyarakat b. Pengaduan disampaikan kepada dewan kode etik di tingkat daerah c. Apabila pelanggaran yang dilakukan masih relatif ringan maka penyelesaiannya dilakukan oleh dewan kode etik di tingkat daerah. d. Pemanggilan konselor yang bersangkutan untuk verifikasi data yang disampaikan oleh konseli dan atau masyarakat. e. Apabila berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan oleh dewan kode etik daerah terbukti kebenarannya maka diterapkan sangsi sesuai dengan masalahnya. D. Kaitan Konseling dengan Profesi lain 1. Kaitan Konseling Dengan Layanan Bimbingan di Sekolah Dalam jalur pendidikan formal yang biasa disebut dengan sekolah terdapat berbagai layanan yang berfungsi untuk menunjang kualitas pendidikan para peserta didik serta memberi kemudahan bagi mereka untuk mengikuti proses pendidikan di sekolah. Layanan program bimbingan dan konseling yang paling utama adalah layanan konseling, namun ada juga beberapa layanan yang tidak kalah pentingnya yaitu, layanan orientasi, layanan informasi, layanan bimbingan penempatan dan penyaluran serta masih banyak lagi layanan lainnya. 2. Kaitan Konseling Dengan Layanan Bimbingan Belajar Seperti yang kita ketahui konselor tidak hanya diperlukan pada jalur pendidikan formal saja, tapi juga sangat diperlukan dalam jalur pendidikan non formal. Jalur pendidikan non formal yang kita maksud saat ini adalah lembaga bimbingan belajar. Peran layanan konseling dalam lembaga pendidikan non formal ini tidak begitu berbeda dengan layanan konseling di sekolah. Dengan adanya sebuah layanan konseling di lembaga bimbel tentunya peserta didik pun menjadi lebih percaya pada kualitas lembaga bimbingan belajar. kita dapat mengambil kesimpulan bahwa layanan konseling tidak hanya berkaitan dengan pendidikan formal saja namun pendidikan non formal juga, seperti contoh pada lembaga bimbel. 3. Kaitan Konseling Dengan Psikoterapi Para ahli mempunyai beberapa pendapat tentang konseling dengan psikoterapi adalah sama, yaitu sama-sama membantu orang lain. Hanya saja konseling lebih banyak digunakan di kalangan pendidikan, sedangkan psikoterapi digunakan oleh pekerja sosial, psikolog, dan psikiater. Meskipun demikian, ada juga yang menganggap konseling dengan psikoterapi adalah berbeda. Berbagai perbedaan tersebut bersifat permukaan atau hal-hal teknik (superficial), dari pada hal-hal yang mendasar atau penting (substansial). 4. Kaitan Konseling Dengan Layanan Pengobatan Alternatif (Dalam Agama Islam) Dalam layanan ini biasanya kyai memberikan layanan yang bernuansa psikologis, tetapi bukan berbasis psikologi, yakni berbasis akhlak dan tasauf. Sebagaimana diketahui dalam sejarah keilmuan Islam tidak muncul ilmu semacam psikologi yang berbicara tentang tingkah laku. Jiwa dalam sejarah keilmua Islam dibahas dalam ilmu akhlak dan ilmu tasauf. Apa yang dilakukan oleh para kyai barangkali memang tidak “ilmiah”, tetapi tak terbantah justru banyak yang bernilai tepat guna, karena memang tidak dipungkiri bahwa kita juga membutuhkan layanan yang bernuansa religi. Yang membedakan antara konseling yang dilakukan konselor dan kyai hanyalah jika pada layanan yang diberikan oleh konselor berdimensi horizontal, sedangkan layanan yang diberikan kyai berdimensi vertikal dan horizontal. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Secara umum tujuan Penyelenggaraan bantuan pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah adalah berupaya membantu siswa menemukan pribadinya dalam hal mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya, serta menerima dirinya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut. Lebih khusus, untuk mencapai tujuan tersebut, ruang lingkup Bimbingan dan Konseling di Sekolah mencakup upaya bantuan yang meliputi bidang Bimbingan pribadi, Bimbingan Sosial, Bimbingan Belajar dan Bimbingan karier. Profesionalisme merupakan komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuannya secara terus menerus. Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap profesional Bimbingan dan Konseling Indonesia kepada konseli. Sebagaimana kita ketahui bahwa konseling berkaitan juga dengan bidang-bidaang lain seperti Layanan Bimbingan di Sekolah, Layanan Bimbingan Belajar, Psikoterapi, Layanan Pengobatan Alternatif (Dalam Agama Islam). B. Saran Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa makalah yang kami kerjakan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya kami mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca agar dalam pembuatan makalah selanjutnya kami dapat belajar dari kesalahan dan dapat mengerjakan makalah dengan lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Safwan Amin, M.Psi. Pengantar Bimbingan dan Konseling. Banda Aceh: PeNA, 2014. Prayitno., MSc. Ed, Konseling Integritas (Pola Konseling Indonesia). Kalurang : Paramitra Publishing,2015. file:///C:/Users/user/Downloads/New%20folder/bk%20risos/PROFESI%20BIMBINGAN%20DAN%20KONSELING%20_%20selladwi.htm file:///E:/semester%202/KODE%20ETIK%20KONSELOR%20INDONESIA%20_%20Guidance%20and%20Counseling.htm
Read more...

INFORMED CONSENT

1 komentar
INFORMED CONSENT SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Jenis Kelamin : Alamat : Saya yng tersebut di atas menyatakan SETUJU dan BERSEDIA untuk terlibat dan berpartisipasi aktif dalam proses Bimbingan dan Konseling yang diselenggarakan oleh FIKARA, SPd.kons selaku penyelenggaraan program. Dalam kegiatan ini, saya telah menyadari, memahami, dan menerima bahwa: 1. Saya bersedia terlibat penuh dan aktif selama proses konseling berlangsung. 2. Saya diminta untuk memberikan informasi yang sejujur-jujurnya berkaitan dengan masalah yang saya hadapi. 3. Identitas dan informasi yang saya berikan akan DIRAHASIAKAN dan tidak akan disampaikan secara terbuka kepada umum. 4. Saya menyetujui adanya perekaman proses konseling berupa proses konseling berupa rekaman percakapan selama proses konseling berlangsung dengan jaminan informasi pribadi saya dirahasiakan. 5. Guna menunjang kelancaran proses yang akan dilaksanakan, maka segala hal yang terkait dengan waktu dan tempat akan disepakati bersama. Dalam menandatangani lembar ini, saya TIDAK ADA PAKSAAN dari pihak manapun sehingga saya bersedia untuk mengikuti proses konseling ini dari awal hingga selesai serta menerima segala hal terkait dengan pelaksaan kegiatan ini. Mengetahui Mengetahui Penyelenggara Klien (...............................) (....................)
Read more...

Minggu, 14 Mei 2017

Manajemen BK

0 komentar
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan mimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-makud yang nyata. Manajemen adalah suatu kegiatan, pelaksanannya adalah “managing” pengeloaan, sedang pelaksanaannya disebut manajer atau pengelola.
Seorang yang menjadi manajer mengambil alih kewajiban-kewajiban baru, yang seluruhnya bersifat “managerial”. Yang penting diantaranya adalah meniadakan kecendrungan untuk melaksanakan sendiri semua urusan. Tugas-tugas operasional dicapai melalui usaha kerja para bawahan sang manajer. Pada hakikatnya, tugas seorang manajer ialah menggunakan usaha para bawahan secara berdaya guna. Namun jarang para manajer benar-benar menghabiskan waktunya dengan pengelolaan, biasanya mereka melaksanakan sesuatu pekerjaan non-manajemen. Memang seseorang mengurus urusannya sendiri, tetapi pengacuan penting dalam manajemen adalah kepada suatu kelompok. Usaha bersama “coveratif endeavor” adalah ungkapan jama sekarang. Sumber-sumber bahan yang luas dan kecakapan teknis kurang berguna, kecuali kalau kemampuan manajemen untuk menggunakan sumber-sumber ini melalui suatu kelompok yamg terorganisasi didorong dan dikembangkan. Selanjutnya karena adanya berbagai keterbatasan orang per orang, maka dipandang perlu untuk mendayagunakan kelompok itu demi mencapai tujuan-tujuan yang paling baik.
B.     Rumusan masalah
1.      Pengertian manajemen Konvensional?
2.      Apa itu Manajemen interaktif?
3.      Bagaimana Proses manajemen?
C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian manajemen konvensional
2.      Untuk mengetahui apa itu manajemen interaktif
3.      Untuk mengetahui proses dari manajemen

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Manajemen
Manajemen ialah proses memperoleh tindakan melalui usaha orang lain. Atau dapat dipahami bahwa manajemen adalah kekuatan utama dalam suatu organisasi yang mengkoordinir berbagai kegiatan bagian-bagian (sub system) serta berhubungan dengan lingkungan. [1]

B.     Manajemen Konvensional
Manajemen konvensional adalah manajemen yang dimiliki para pekerja berasal dari nenek moyang disebarkan dari mulut ke mulut dan selalu diwariskan kepada generasi selanjutnya serta  erkembang karena gagsan-gagasan yang pernah ada.
Dalam manajemen konvensional tidak pernah ditemukan suatu prinsip, oleh karena itu manajemen konvensional sering disebut manajemen yang tradisional.[2]
Manajemen tradisional suatu masalah yang dipecahkan berdasarkan tindakan-tindakan yang diambil pada masa lalu, dengan kata lain didasarkan pada tradisi atau mengikuti tradisi yang sudah berjalan sebelumnya.
C.     Manajemen Interaktif
Model manajemen interaktif
1.      Confidence
Dalam manajemen timbulnya suatu interaksi karena adanya rasa nyaman. Kenyamanan tersebut dapat membuat suatu organisasi bertahan lama. Dan menimbulkan suatu kepercayaan dan pengertian
2.      Immediacy
Model organisasi yang membuat suatu organisasi tersebut menjadi lebih segar dan tidak membosankan
3.      Interaction manajemen
Adanya berbagai interaksi dalam manajemen seperti mendengarkan dan juga menjelaskan kepada berbagai pihak yang bersangkutan
4.      Expresivennes
Mengembangkan suatu komitmen dalam suatu organisasi dengan berbagai macam ekspresi perilaku
5.      Other orientation
Dalam hal ini manajemen berorganisasi pada pegawai.

D.    Proses manajemen
Untuk penjelasan lebih rinci ada beberapa proses dari manajemen yaitu:
1.      Planning (Perencanaan)
Perencanaan merupakan tindakan awal dalam aktivitas manajerial pada setiap organisasi. Karena itu, perencanaanmenentukan adanya perbedaan kinerja (perpormance)  satu organisasi dengan organisasi lain dalam pelaksaan rencana untuk mencapai tujuan. Monday & Premeaux (1995: 138) menjelaskan bahwa perencanaan merupakan proses menentukan apa yang seharusnya dicapai dan bagaimana mewujudkannya dalam kenyataan. Berarti di dalam perencaan akan ditentukan apa yang akan dicapai dengan membuat rencana dan cara-cara melakukan rencana untuk mencapai tujuan yang ditetapkan para manajer di setiap level manajemen.
Mengapa Manajer membuat perencaan? Sungguh perencanaan memberikan arah, mengurangi pengaruh perubahan, meminimalkan pergaulan dan menyusun ukuran untuk memudahkan pengawasan. Dengan kata lain proses perencanaan merupakan langkah awal kegiatan manajemen dalam setiap organisasi, karena memlalui perencanaan ini ditetapkan apa yang akan dilakukan kegiatan tersebut. Akan tetapi sebelum sampai pada langkah-langkah ini diperlukan data dan informasi yang cukup serta analisis untuk menetapkan rencana yang konkrit sesuai kebutuhan organisasi.
Perencaan adalah sebagai “intelligent cooperation with the inevitable” (kerjasama cerdas yang tak dapat dielakkan). Perencanaan ialah suatu kegiatan integrative yang berusaha memaksimalkan keefektifan seluruhnya daripada suatu organisasi sebagai suatu system sesuai tujuan organisasi. Pada pokoknya perencanaan adalah proses manajemen untuk memutuskan apa yang akan dilakukan dan bagaimana melakukannya? Menseleksi tujuan dan membangun kebijakan, program dan prosedur untuk pencapaian tujuan. Kemudian harus jelas hasil apa yang diharapkan dari proses rencana.[3]
Ada suatu pendekatan yang logis terhadap perencanaan meliputi langkah-langkah:
a.       Memperhatikan lingkungan politis, ekonomis dan kompetitif di masa dating
b.      Visualisasi peranan yang dikehendaki daripada organisasi didalam lingkungan ini
c.       Merasakan kebutuhan-kebutuhan dan keperluan langganan
d.      Menentukan perubahan-perubahan dalam kebutuhan dan keperluan-keperluan kelompok lain yang berkepentingan (pemegang saham, pegawai, penawar, pembeli dll)
e.       Mengembangkan sarana yang luas, tujuan-tujuan dan rencana-rencana yang akan mengarahkan usaha-usaha seluruh organisasi
f.       Menterjemahkan perencanaan yang luas ini kedalam usaha-usaha fungsional atas dasar yang lebih terperinci riset, perencanaan dan pengembangan, produksi, distribusi dan pelayanan
g.      Mengembangkan perencaan lebih terperinci dan control atas pengguanaan sumber-sumber dalam tiap-tiap wilayah fungsional selalu dihubungkan dengan usaha perencanaan yang menyeluruh.
               Dalam konsep sisitem, fungsi perencanaan merupakan suatu rancangan system yang harus memberikan pertimbangan pada tujuan yang menyeluruh dari organisasi, integrasi pekerjaan sub system kea rah tujuan tersebut kemudian tujuan dan sasaran tersebut diterjemahkan ke dalam rencana-rencana lebih terperinci dan khusus dibagiakn kepada semua system organisasi
               Ada beberapa keuntungan tujuan-tujuan sebagai petunjuk bagi perencaan, yaitu:
a.       Landasan bagi perencanaan yang terpadu dan utuh
b.      Premis-premis dalam mana perencanaan yang lebih khusus harus mengambil tempat
c.       Landasan utama bagi penyelenggaraan fungsi control
d.      Suatu landasan utama bagi motivasi manusia, suatu kesadaran untuk berkarya dalam arti tujuan-tujuan dan sasaran yang telah dikenal
e.       Suatu landasan bagi perumusan yang tepat delegasi dan desentralisasi perencanaan khusus pada tingkatan operasional yang lebih rendah.
f.       Suatu landasan bagi koordinasi kegiatan-kegiatan diantara berbagai macam unit pekerjaan fungsional dalam organisasi
Rencana yang baik harus merupakan hasil kerja sama, yang berguna untuk memecahkan masalah-masalaah yang akan dihadapi [4]

2. Organizing (pengorganisasian)
      Organisasi ialah kerjasama dua orang atau lebih dalam satu keadaan yang terkoordinir untuk mencapai hasil yang diinginkan. Didalam organisasi ada sejumlah orang baik sebagai manajemer maupun sebagai anggota, ada struktur tujuan-tujuan, aturan dan prosedur. Orang yang melaksanakan manajemen inilah disebut manajer, dan yang melaksanakan pekerjaan praktis adalah anggota.
      Proses organisasi adalah kegiatan seseorang dalam struktur organisasi sehingga memiliki tanggung jawab, tugas dan kegiatan yang berkaitan dengan fungsi organisasi dalam mencapai tujuan yang disepakati bersama melalui perencanaan
      Pengorganisasian sebagai kepengurusan adalah mencakup pembagian tugas kepada karyawan untuk melaksanakannya, mengalokasikan sumber daya yang memberikan bantuan, kemudian mengkoordinir pekerjaan untuk mencapai hasil.
      Maka dengan demikian sebuah organisasi terdiri dari beberapa unsure yaitu
a.       Ada kumpulan orang-orang
b.      Ada pembagian kerja atau spesialisasi dalam organisasi
c.       Bekerjasama dimana aktivitas-aktivitas yang terpisah dikoordinir
d.      Ada tujuan bersama yang akan dicapai melalui kerjasama yang terkoordinir.

      Ada beberapa konsep dalam pengorganisasian, yang menurut Mondy dan Premeaux (1995) yaitu tanggung jawab, wewenang, pendelegasian, dan pertanggung jawaban.
3.            Controlling (Pengawasan)
                 Siagian (1985) berpendapat bahwa pengawasan (controlling) merupakan proses  pengamatan atau pemantauan terhadap pelaksaan kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
      Pengawasan yang dibuat dalam fungsi manajemen sebenarnya merupakan strategi untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan dari segi pendekatan rasional terhadap keberadaan input (jumlah dan kualitas bahan, uang, staf, peralatan, fasilitas, dan informasi)., demikian pula dengan pengawasan terhadap aktivitas (penjadwalan dan ketetpatan pelaksaan kegiatan organisasi), sedangkan yang lain adalah pengawasan terhadap output (standar produk yang diinginkan).
      Selanjutnya Siagian (1985) berpendapat bahwa sasaran pengawasan adalah untuk menjamin hal-hal berikut:
a.       Kebijakan dan strategi yang telah ditetapkan terselenggara sesuai dengan jiwa dan semangat kebijaksaan dan strategin dimaksud
b.      Anggaran yang tersedia untuk menghidupi berbagai kegiatan organisasi benar-benar dipergunakan untuk melakukan kegiatan tersebut secara efisian dan efektif
c.       Para anggota organisasi benar-benar berorientasi kepada berlangsungnya hidup dan kemajuan organisasi sebagai keseluruhan dan bukan kepada kepentingan individu yang sesungguhnya ditempatkan dibawah kepentingan organisasi.
d.      Penyediaan dan pemanfataan sarana dan prasarana kerja sedemikian rupa sehingga organisasi memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari sarana dan prasarana tersebut.
e.       Standar mutu hasil pekerjaan terpenuhi semaksimal mungkin , dan
f.       Prosedur kerja ditaati oleh semua pihak.

4. Evaluation (penilaian)
      Kaufman dan Thomas (1980) mengenai penelahaan kebutuhan dan evaluasi. Mereka mengemukakan bahwa dengan penelaahan kebutuhan membantu kita untuk mengetahui apa yang seharusnya kita kerajakan untuk menutup kesenjangan, yakni pada awal kegiatan, yang menjadi dasar untuk menyusun program, sedangkan evaluasi membantu kita untulk mengetahui apa yang harus kita lakukan pada saat program sedang berjalan, untuk mencapai tujuan.
      Evaluasi membantu untuk mengidentifikasi kesenjangan antara hasi-hasil yang dicapai saat ini dan hasil yang diinginkan, ketika program sedang berjalan, dan juga membantu mencapai tujuan-tujuan berkat informasinya.[5]
      Setiap kegiatan, baik yang dilakukan oleh unsur pimpinan maupun bawahan, memerlukan adanya evaluasi. Dengan mengetahui kesalahan-kesalahan atau kekurangan-kekurangan serta kemacetan-kemacetan yang diperoleh dari tindakan evaluasi itu, selanjutnya dapat diusahakan bagaimana cara-cara memperbaikinya.[6]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
      Manajemen ialah proses memperoleh tindakan melalui usaha orang lain. Atau dapat dipahami bahwa manajemen adalah kekuatan utama dalam suatu organisasi yang mengkoordinir berbagai kegiatan bagian-bagian (sub system) serta berhubungan dengan lingkungan.
      Manajemen konvensional adalah manajemen yang dimiliki para pekerja berasal dari nenek moyang disebarkan dari mulut ke mulut dan selalu diwariskan kepada generasi selanjutnya serta  erkembang karena gagsan-gagasan yang pernah ada.
B.     Saran
      Kami berharap dengan disusunnya makalah ini bisa memberikan pengetahuan mengenai “Konsep manajemen efektif berbasis teori system” bagi para pembaca. Sangat mungkin dalam penyususan makalah ini ditemukan banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca akan sangat berguna untuk menjadikan penyusunan makalah ini lebih baik lagi dikemudian hari. Dan kepada pembaca agar dapat memanfaatkan makalah ini uyntuk memahami informasi yang terkait dengan topic atau permasalahn untuk melanjutkan pembuatan makalah yang sempurna kedepannya. Semoga Allah menjadikan makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
      Proses manajemen
a.       Planning
b.      Organizing
c.       Actualing
d.      evaluation




DAFTAR PUSTAKA

Arifin Abdurrahman. 1997. Kerangka pokok-pokok manajemen umum, Jakarta: ihtiar baru van-             hoeve.
Ngalim Purwanto.2015.  Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Ridwan. 2008. Penangangan efektif bimbingan dan konseling di sekolah,  Yogyakarta: pustaka      Pelajar.
Syafaruddin. 2005. Manajemen lembaga pendidikan islam, Jakarta: Ciputat Press.
Syafaruddin, Irwan Nasution.2005. Manajemen Pembelajaran, Jakarta: Quantum Teaching.

Tohirin.2007.  Bimbingan dan konseling di dekolah madrasah, jakarta:PT Raja Grafindo Persada.




[1] Syafaruddin, Irwan Nasution. Manajemen Pembelajaran, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), hlm. 70.
[2] Arifin Abdurrahman. Kerangka pokok-pokok manajemen umum, (Jakarta: ihtiar baru van-hoeve, 1997), Hlm 327.
[3] Syafaruddin.Manajemen lembaga pendidikan islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), hlm. 65-66.
[4] Tohirin. Bimbingan dan konseling di dekolah madrasah, (jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 344.
[5] Ridwan. Penangangan efektif bimbingan dan konseling di sekolah,  (Yogyakarta: pustaka Pelajar,2008), hlm.273-274.
[6] Ngalim Purwanto. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 22

Read more...

Jumat, 05 Mei 2017

Model model Konseling

1 komentar
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perilaku dapat dibedakan menjadi nyata dan tersembunyi. Perilaku nyata pada dasarnya merupakan jelmaan dari perilaku tersembunyi. Karena konselor yang mengambil tingkah laku behaviora membantu klien untuk belajar cara bertindak yang baru dan pantas, atau membantu mereka untuk memodifikasai atau mengeliminasi tingkah laku yang berlebihan.
Pendrkatan behavioral merupakan pilihan untuk membantu klien yang mempunyai masalah spesifik seperti gangguan makan, peyalahgunaan zat dan disfungsi seksual. Disini kami akan membahas tentang behavioral.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah behavioral ?
2.      Apa-apa saja teknik-teknik behavioral ?
3.      Bagaiamna tujuan konseling?

C.     Tujuan Makalah
1.      Untuk dapata mengetahui sejarah behavioral
2.      Untuk dapat menyebutkan teknik-teknik behavioral
3.      Untuk memeahami tujuan konseling



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Konseling Behavioral
Konseling Behavioral pada mulanya disebut dengan Terapi Perilaku yang berasal dari dua arah konsep yakni Pavlovian dari Ivan Pavlov dan Skinnerian dari B.F.Skinner. Mula-mula terapi ini dikembangkan oleh Wolpe (1958) untuk menanggulangi (treatment) neurosis. Tujuan terapi adalah untuk memodifikasi koneksi-koneksi dan metode-metode Stimulus-Respon (S-R) sedapat mungkin.
Dalam hal ini Skinner walaupun dipengaruhi teori S-R, tetapi dia punya pandangan tersendiri mengenai perilaku, yaitu :
1.      Respon tidak perlu selalu ditimbulkan oleh stimulus, akan tetapi lebih kuat oleh pengaruh reinforcement (penguatan).
2.      Lebih menekankan pada studi subjek individual ketimbang generalisasi kencenderungan kelompok.
3.      Menekankan pada penciptaan situasi tertentu terhadap terbentuknya perilaku ketimbang motivasi di dalam diri[1].
Perkembangan pendekatan behavioral diawali pada tahun 1950-an dan awal 1960-an sebagai awal radikal menentang perspektif psikoanalisis yang dominan. Pendekatan ini dihasilkan berdasarkan hasil eksperimen tokoh behavioral yang memberikan sumbangan pada prinsip-prinsip belajar dalam tingkah laku manusia. Secara garis besar sejarah perkembangan pendekatan behavioral terdiri dari sebagai berikut :

1.      Classical Conditioning
Ivan Pavlov adalah seorang psikolog dari Rusia lahir di Rjsan 14 September 1849 dan meninggal di Leningrad 27 Februari 1936. Hasil penelitiannya bersama Watson yang terkenal adalah classical conditioning. Penelitiannya yang paling terkenal adalah menggunakan anjing yang dalam keadaan lapar ditempatkan diruang kedap suara. Dalam penelitiannya tersebut, Pavlov menyimpulkan bahwa Respon (tindakan) dapat terjadi apabila ada Stimulus (rangsangan).

2.      Operant Conditioning
Tokoh yang mengembangkan operant conditioning adalah BF.Skinner Pengkondisian operan, salah satu aliran utama lainnya dari pendekatan terapi yang berlandaskan teori belajar, melibatkan pemberian ganjaran kepada individu atas pemunculan tingkah lakunya (yang diharapkan) pada saat tingkah laku itu muncul.
Pengkondisian operan ini dikenal dengan istilah pengkondisian instrumental (instrumental conditioning) karena memperlihatkan bahwa tingkah laku instrumental bisa dimunculkan oleh organisme yang aktif sebelum penguatan diberikan untuk tingkah laku tersebut.
Skinner, yang dianggap sebagai pencetus gagasan pengkondisian operan, telah mengembangkan prinsip-prinsip penguatan yang digunakan pada upaya memperoleh pola-pola tingkah laku tertentu yang dipelajari. Dalam pengkondisian operan, pemberian penguatan positif bisa memperkuat tingkah laku, sedangkan pemberian penguatan negatif bisa memperlemah tingkah laku. Tingkah laku berkondisi muncul di lingkungan dan instrumental bagi perolehan ganjar.
Sering kali orang mengalami kesulitan karena tingkah lakunya berlebihan atau kekurangan tingkah laku yang pantas. Konselor yang mengambil pendekatan behavioral membantu konseli untuk belajar cara bertindak yang baru dan pantas, atau membantu mereka untuk memodifikasi atau mengeliminasi tingkah laku yang berlebihan. Dengan kata lain, membantu konseli agar tingkah lakunya menjadi lebih adaptif dan menghilangkan yang maladaptive.
            Dalam perkembangan psikologi, behaviorisme termasuk kedalam gerakan/aliran psikolgi yang kuat dan lebih berpengaruh. Tokoh pendirinya adalah John B.Watson. Dia seorang yang agresif dan menyataan bahwa psikologi yang dipelajari orang selama ini baik oleh kaum strukturalisme maupun fungsionalisme, termasuk metode yang salah.
            Menurut Watson, mempelajari gejala/pengalaman kesadaran dengan teknik observasi intropeksi meskipun dengan cara eksperimental sekalipun adalah kurang tepat, karena dengan introspeksi yang subjek itu, tidak mungkin dapat menjamin hasil yang objektif. Tidak mungkin 2 orang observer intropeksionis yang terlatih sekalipun dapat menghasilkan observasi yang sama, meskipun objeknya sama. Oleh karena itu, Watson menghimbau agar psikologi tidak lagi memusatkan perhatiannya untuk mempelajai gejala-gejala kesadaran atau bawah sadar, tetapi sesuai tugasnya psikologi harus berupaya untuk meramalkan apa sebenarnya yang menjadi sasaran/tujuan tingkah laku dan berusaha bagaimana agar orang dapat mengendalikan tingkah laku tersebut. Atas dasar pendapat itulah maka Watson mengusulkan agar psikologi itu didefinisikan sebagai “The science of behavior”.
            Pendapat dan pandangan behaviorisme ini banyak mempengaruhi pemikiran psikologi modern. Salah satu tokohnya selain Watson, Pavlov, ER, Guthrie, C.hull dan sebagainya yang banyak pengaruhnya adalah B.F. Skinner; menurut pendapatnya yang terkenal itu menyatakan: “lingkungan merupakan kunci penyebab terjadinya tingkah laku”. Untuk memahami tingkah laku manusia terhadap individu sebelum dan sesudah ia memberikan respon ingkah laku biasanya terjadi/ timbul dan dikendalikan oleh sebab dan akibat dari lingkungan[2].
            Meskipun demikian, psikologi behavioristik menerima pandangan dari tradisi sensasionalistik Prancis dan Empirik Inggris. Pendahulu langsung behaviorisme adalah refleksologi fisiologi Rusia dan Asosiasi Thorndike. Refleksologi fisiologis memperoleh fondasi utama penelitian-penelitian Sechenov dan Bekhtere, tetapi pavlov lah yang menyempurnakan reduksi peristiwa-peristiwa psikologi menjadi proses-proses behavioral dan fisiologi dalam teor pengondisian yang komperehensif. Formulasi dari Watson pada intinya diartikan sebagai eemen-elemen stimulus dan respons. Namun, dalam upaya membebaskan psikologi dari sisa-sisa konstruk mentalistik, definisi Watson tentang psikologi sebagai semata-mata peristiwa-peristiwa peripheral merupakan definisi yang terlalu terbatas, dan para sejawat Watson melalui proses mengembangkan Behaviorisme menjadi system yang lebih lengkap. Para peneliti seperti Holt, Weiss, Hunter, dan Lashley memasukkan kembali berbagai aktivitas psikologis penting dalam behavioisme.
            Psikologi beavioristik meluas hingga melampai formulasi original Pavlov dan Watson. Refleksiologi Rusia berlanjut dala tradisi Pavlov, dan salah satu perkembangan yang ebih signifikan dihasilakan dalam penelitan ilmuan Jerzy  konorski, yang memiliki tujuan untuk mengintegrasikan fisiologi pengkondisian Pavlov dengan neurofisiologi Sherington. Penelitian awal Konorski pertama-tama menetapkan  perbedaan tegas antara dua paradigm pegondisian, dan kaariernya mencapai puncaknya dengan penelitian cerdas tentang fisiologi otak yang mendukung system sibernetik perilaku. Refleksologi kontemporer di Rusia dan di Negara-negara tetangganya  telah sangat meluas hingga mencakup bebagai maslah psikologi dan fisiologi, dibawah kepeloporan para ilmuwan terkemuka seperti Vygotsky, Luria, Asratyan, dan Beritashvili.
            Di Amerika Serikat behaviorisme berkembang melalui beberapa tahap intelektual. Dalam fase pengembangan teori pada tahun 1930-an dan 1940-an, para pskolog seperti Guthrie, Tolman, dan Hull mengupayakan erbagai teori Komperehensif tentang pembelajaran. Meskipun pengembangan teori tersebut hamper  mencapai bentuk lengkapnya melalui Hull, teori yang konperehensif tidak memadai, memicu lahirnya positivism radikal Skinner. Diikuti dengan kembali pengumpulan data, yang dirincikan oleh pengembangan model-model atau teori mini bernuansa terapan. Model pembelajaran pemprosesan informasi dan matematis, model penelitian neo Hullian, model Kognitif, dan pendekatan operant merupakan contoh-contoh pengelompokan behavioris belum lama berselang. Penggunaaan utama behaviorisme adalah modifikasi perilaku dalam penerapan klinis. Behaviorisme kontemporer merupakan kekuatan dominan dalam psikologi, tetapi behaviorisme yang telah berkembang memiliki basis luas, dengan asumsi metodologi, dan penerapan yang sangat beragam[3].

B.     Tujuan, Sasaran,  dan Kegunaan Terapi Tingkah laku        
            Terapi tingkah laku merupakan usaha untuk memanfaatkan secara sistematis pengetahuan teoritis atau pun empiris yang dihasilkan dari penggunaan metode eksperimen dalam psikologi, untuk memahami dan menyembuhkan pola tingkah laku abnormal. Untuk pencegahan dan penyembuhan abnormalitas itu dimanfaatkan hasil studi eksperimental, baik deskriptif ataupun remedial[4].
            Terapi tingkahlaku dapat digunakan dalam menyembuhkan berbagai gangguan tingkahlaku, dari yang sederhana hingga yang komplex, baik individual ataupun kelompok. Terapi tingkahlaku dapat dilaksanakan oleh orang tua, guru dan paisen itu sendiri.
Menurut skinner, perilaku itu merupakan rangkaian perilaku yang lebih kecil atau lebih sederhana. Misalnya untuk datang kesekolah tidak terlambat, maka ini merupakan rangkaian perilaku bangun lebih pagi, mandi lebih pagi, dan seterusnya. Karena untuk membentuk perilaku baru, perlu perilaku tersebut di analisis menjadi perilaku-perilaku yang lebih kecildan juga di analisis mengenai reward yang akan digunakannya, yang pada akhirnya reward hanya akan diberikan pada perilaku yang ingin di bentuk[5].

C.    Tujuan Konseling  dan Hubungan klien dan konselor
a)      Tujuan Konseling
Tujuan konseling behavioral adalah untuk membantu klien membuang respon-respon yang lama yang merusak diri, dan mempelajari respon-respon yang baru yang lebih sehat. Terapi ini berbeda dengan terapi lain, dan pendekatan ini ditandai oleh :
a.       Fokusnya pada perilaku yang tampak dan spesifik
b.      Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment
c.       Formulasi prosedur treatment khusus sesuai dengan masalah khusus
d.      Penilaian objektif mengenai hasil konseling.
Jadi, tujuan terapi behavioral adalah untuk memperoleh perilaku baru, mengeleminasi perilaku yang maladaptif dan memperkuat serta mempertahankan perilaku yang diinginkan.
b. Hubungan klien dan konselor
Dalam kegiatan konseling, konselor memegang peranan aktif dan langsung. Hal ini bertujuan agar konselor dapat menggunakan pengetahuan ilmiah untuk menemukan masalah-masalah klien sehingga diharapkan kepada perubahan perilaku yang baru. Sistem dan prosedure konseling behavioral amat terdefinisikan, demikian pula peranan yang jelas dari konselor. Klien harus mampu berpartisipasi dalam kegiatan konseling, ia harus memiliki motivasi untuk berubah, harus bersedia bekerja sama dalam melakukan aktifitas konseling, baik ketika berlangsung konseling maupun di luar konseling.
Dalam hubungan konselor dengan klien harus di lakukan beberapa hal, yaitu:
a.    Konselor memahami dan menerima klien
b.   Keduanya bekerja sama
c.    Konselor memberikan bantuan dalam arah yang diinginkan klien[6].

D.  Proses Terapeutik
Ada beberapa kesalahpahaman yang menyangkut masalah tentang tujuan-tujuan dalam terapi tingkah laku. Salah satunya adalah bahwa tujuan terapi semata-mata menghilangkan gejala-gejala suatu gangguan tingkah laku dan bahwa setelah gejala-gejala itu terhapus gejala-gejala baru akan muncul karena penyebab-penyebab yang mendasari tidak ditangani[7].
Terapis behaviorisme secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarah pada tingkah laku yang baru dan adjustive.
Menurut Goodstein, peran konselor adalah menunjang perkembangan tingkah laku yang secara sosial layak dengan secara sistematis memperkuat jenis tingkah laku klien semacam itu.
Teknik-teknik behaviorisme harus menunjukkan keefektifannya melalui alat-alat yang objektif dan ada usaha yang konstan untuk memperbaikinya.
1.      Teknik-teknik tingkah laku umum
1)      Skedul penguatan
Dimana apabila suatu perilaku itu baru saja dipelajari, maka perilaku itu harus diperkuat setiap kali muncul dengan perkataan lain penguatan yang berlangsung terus. Setelah terbentuk, maka perkataan penguatan diganti dengan penguat intermiten, suapaya tingkah laku tetap bertahan.
2)      Shaping
Dimana tingkah laku yang dipelajari secara bertahap dengan pendekatan suksesif, deisebut sebagai shaping. Untuk mempelajari keterampilan baru, konselor dapat memecah-mecah tingkah laku kedalam unit-unit, dan mempelajarinya dalam unit-unit kecil.
3)      Ekstingsi
Eliminasi dari tingkah laku karena penguat tidak diberikan lagi. Hanya sedikit individu yang mau melakukan sesuat yang tidak memberi keuntungan[8].
2.      Teknik-teknik Spesifik
1)  Desensitasi sistematik
Desensitisasi sistematik adalah salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam terapi tingkah laku. Desensitisasi sistematik digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan ia menyertaka pemunculan tingkah laku atau respons yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapukan itu[9]. Teknik desentisasi sistematik bermaksud mengajar klien untuk memberikan respon yang tidak konsisten dengan kecemasan yang dialami klien. Teknik ini tak dapat dijalankan tanpa teknik relaksasi. Adapun prosedur pelaksanaan teknik ini adalah:
a.       Analisis perilaku yang menimbulkan kecemasan.
b.      Menyusun hierkhi atau jenjang-jenjang situasi yang menimbulkan kecemasan dari yang kurang hingga yang paling mencemaskan klien.
c.       Memberi latihan relaksasi otot-otot yang dimulai dari lengan hingga otot kaki.
d.      Klien diminta membayangkan situasi yang menyenangkan.
e.       Klien disuruh memejamkan mata, kemudian disuruh membayangkan situasi yang kurang mencemaskan, bila klien sanggup tanpa cemas , berarti situasi tersebut dapat diatasi klien. Demikian seterusnya hingga situasu yang paling mencemaskan.
f.       Bila pada suatu situasi klien cemas dan gelisah, maka konselor memerintahkan klien agar membanyangkan situasi yang menyenangkan tadi untuk menghilangkan kecemasan yang baru terjadi.
g.      Menyusun hierarkhi atau jenjang kecemasan harus bersama klien dan konselor menuliskannya dikertas.
2)  Assertive training
Teknik konseling behavioral yang menitikberatkan pada kasus yang mengalami kesulitan dalam perasaan yang sesuai dalam menyatakannya. Teknik ini merupakan suatu teknik untuk membantu klien dalam hal-hal :
a.       Tidak dapat menyatakan kemarahannya atau kejengkelannya.
b.      Mereka sopan berlebihan dan membiarkan orang lain mengambil keuntungan dari padanya.
c.       Mereka mengalami kesulitan dalam berkata “tidak”, dan sebagainya.
Di dalam teknik ini konselor berusaha memberikan keberanian kepada klien dalam mengatsi kesulitan terhadap orang lain. Pelaksanaan teknik ini dengan role playing. Konselor misalnya berperan sebagai atasan yang galak, dan klien sebagai bawahannya. Kemudian dibalik, klien menjadi atasan yang galak dan konselor menjadi bawahan yang mampu dan berani mengatakan sesuatu kebenaran.
3)  Aversion therapy
Teknik ini bertujuan untuk menghukum perilaku yang negatif dan memperkuat perilaku positif. Hukuman bisa dengan kejutan listrik, atau memberi ramuan yang membuat orang muntah. Secara sederhana anak yang suka marah dihukum dengan membiarkannya. Perilaku maladjustive misalnya anak yang suka berkata bohong, perilaku homoseksual dengan memberi pertunjukan film yang disenanginya lalu dilistrik tangannya dan film mati.
4)  Home-work
Suatu latihan rumah bagi klien yang kurang mampu menyesuaikan diri terhadap situasi tertentu. Caranya adalah dengan memberikan tugas rumah terhadap situasi tertentu[10].
5)  Perkuatan positif
Penerapan pemberian perkuatan positif membutuhkan spesifikasi tingkah laku yang diharapkan, penemuan tentang apa agen yang memperkuat bagi individu, dan penggunaan perkuatan positif secara sistematis guna memunculkan tingkah laku yang diinginkan.
6)  Pembentukan respons
Pembentukan respons berwujud pengembangan suatu respons yang pada mulanya tidak terdapat dalam perbendaharaan tingkah laku individu.
7)  Perkuatan intermiten
Dalam menerapkan pemberian perkuatan pada pengubahan tingkah laku, pada tahap-tahap permulaan terapis harus mengganjar setiap terjadi munculnya tingkah laku yang diinginkan. Jika mungkin, perkuatan-perkuatan diberikan segera setelah tingkah laku yang diinginkan muncul.
8)  Penghapusan
Penghapusan dalam kasus semacam ini boleh jadi berlangsung lambat karena tingkah laku yang dihapuskan telah dipelihara oleh perkuatan intermiten dalam jangka waktu lama.


9)  Pencontohan
Dalam pencontohan individu mengamati seorang model dan kemudian diperkuat untuk mencontoh tingkah laku sang model. Bandura menyatakan bahwa belajar yang bisa diperoleh melalui pengalaman langsung bisa pula diperoleh secara tidak langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain.
10)  Token economy
Metode ini dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku apabila persetujuari dan pemerkuat-pemerkuat yang tidak bisa idraba lainnya tidak memberikan pengaruh[11].







BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konseling Behavioral pada mulanya disebut dengan Terapi Perilaku yang berasal dari dua arah konsep yakni Pavlovian dari Ivan Pavlov dan Skinnerian dari B.F.Skinner. Secara garis besar sejarah perkembangan pendekatan behavioral terdiri dari Classical Conditioning dan Operant Conditioning.
Terapi tingkah laku merupakan usaha untuk memanfaatkan secara sistematis pengetahuan teoritis atau pun empiris. Terapi tingkahlaku dapat digunakan dalam menyembuhkan berbagai gangguan tingkahlaku.
Tujuan konseling behavioral adalah untuk membantu klien membuang respon-respon yang lama yang merusak diri, dan mempelajari respon-respon yang baru yang lebih sehat.
Teknik-teknik tingkah laku dan 2 yaitu : umum (Skedul penguatan, Shaping, dan Ekstingsi) dan spesifik (desensitasi sistematik, Assertive training, Aversion therapy, Home-work, Perkuatan positif, Pembentukan respons, Perkuatan intermiten, Penghapusan, Pencontohan, dan Token economy).

B.  Saran
Makalah pendekatan behaviorisme ini bisa bermanfat bagi pembaca dan penulis, serta mempraktekkan dalam kehidupannya. Kami berharap pembaca bisa melanjutkan makalah ini dan memperbaiki kekurangan yang ada dalam makalah ini.







DAFTAR PUSTAKA

Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan perkembangan. Jakarta : Pedoman Ilmu
     Jaya, 1993
Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Andi, 1981
Gerald Corey, Teori dan Praktek  Konseling dan Psikoterapi. Bandung :  PT. Refika
     Aditama, 2005
James F. Brennan, Sejarah dan Sistm Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003
Lesman, Dasar-dasar Konseling. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press), 2005
M.D Dahlan, Beberapa pendekatan dalam Penyuluhan (Konseling). Bandung : cv.               Diponogoro, 1985
Rochman Natawidjaja, Pendekata-pendekatan dalam Penyuluhan Kelompok 1. Bandung :   Jl. Moh. Toha,1987
Sofyan s. Willis, Konseling Keluarga. Bandung : alfabeta, 2009





[1] Sofyan s. Willis, Konseling Keluarga, (Bandung: alfabeta 2009) hlm. 104.
[2] Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan perkembangan. (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya. 1993). Hlm.28-29.
[3] James F. Brennan, Sejarah dan Sistm Psikologi. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.2003). hlm. 388-389.
[4] Dahlan, Beberapa pendekatan dalam penyuluhan (konseling), (Bandung: Diponegoro 1985) hlm.61
[5] Bimo Walgito, pengantar psikologi umum, (yogyakarta: Andi 2004) hlm. 72
[6] Sofyan s. Willis, konseling keluarga, (Bandung: alfabeta 2009) hlm. 106
[7] Gerald Corey, Teori dan Praktek  Konseling dan Psikoterapi.(Bandung:  PT. Refika Aditama, 2005) hlm. 200
[8] Lesman, Dasar-dasar Konseling. (Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press), 2005) hlm.30
[9] Gerald Corey, Teori dan Praktek  Konseling dan Psikoterapi. (Bandung :  PT. Refika Aditama, 2005) hlm.208
[10] Sofyan s. Willis, Konseling Keluarga. (Bandung: alfabeta,2009)  Hlm. 108.
[11] Gerald Corey, Teori dan Praktek  Konseling dan Psikoterapi.(Bandung:  PT. Refika Aditama, 2005) Hlm. 222.
Read more...