Banner 468 x 60px

 

Jumat, 05 Mei 2017

Model model Konseling

1 komentar
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perilaku dapat dibedakan menjadi nyata dan tersembunyi. Perilaku nyata pada dasarnya merupakan jelmaan dari perilaku tersembunyi. Karena konselor yang mengambil tingkah laku behaviora membantu klien untuk belajar cara bertindak yang baru dan pantas, atau membantu mereka untuk memodifikasai atau mengeliminasi tingkah laku yang berlebihan.
Pendrkatan behavioral merupakan pilihan untuk membantu klien yang mempunyai masalah spesifik seperti gangguan makan, peyalahgunaan zat dan disfungsi seksual. Disini kami akan membahas tentang behavioral.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah behavioral ?
2.      Apa-apa saja teknik-teknik behavioral ?
3.      Bagaiamna tujuan konseling?

C.     Tujuan Makalah
1.      Untuk dapata mengetahui sejarah behavioral
2.      Untuk dapat menyebutkan teknik-teknik behavioral
3.      Untuk memeahami tujuan konseling



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Konseling Behavioral
Konseling Behavioral pada mulanya disebut dengan Terapi Perilaku yang berasal dari dua arah konsep yakni Pavlovian dari Ivan Pavlov dan Skinnerian dari B.F.Skinner. Mula-mula terapi ini dikembangkan oleh Wolpe (1958) untuk menanggulangi (treatment) neurosis. Tujuan terapi adalah untuk memodifikasi koneksi-koneksi dan metode-metode Stimulus-Respon (S-R) sedapat mungkin.
Dalam hal ini Skinner walaupun dipengaruhi teori S-R, tetapi dia punya pandangan tersendiri mengenai perilaku, yaitu :
1.      Respon tidak perlu selalu ditimbulkan oleh stimulus, akan tetapi lebih kuat oleh pengaruh reinforcement (penguatan).
2.      Lebih menekankan pada studi subjek individual ketimbang generalisasi kencenderungan kelompok.
3.      Menekankan pada penciptaan situasi tertentu terhadap terbentuknya perilaku ketimbang motivasi di dalam diri[1].
Perkembangan pendekatan behavioral diawali pada tahun 1950-an dan awal 1960-an sebagai awal radikal menentang perspektif psikoanalisis yang dominan. Pendekatan ini dihasilkan berdasarkan hasil eksperimen tokoh behavioral yang memberikan sumbangan pada prinsip-prinsip belajar dalam tingkah laku manusia. Secara garis besar sejarah perkembangan pendekatan behavioral terdiri dari sebagai berikut :

1.      Classical Conditioning
Ivan Pavlov adalah seorang psikolog dari Rusia lahir di Rjsan 14 September 1849 dan meninggal di Leningrad 27 Februari 1936. Hasil penelitiannya bersama Watson yang terkenal adalah classical conditioning. Penelitiannya yang paling terkenal adalah menggunakan anjing yang dalam keadaan lapar ditempatkan diruang kedap suara. Dalam penelitiannya tersebut, Pavlov menyimpulkan bahwa Respon (tindakan) dapat terjadi apabila ada Stimulus (rangsangan).

2.      Operant Conditioning
Tokoh yang mengembangkan operant conditioning adalah BF.Skinner Pengkondisian operan, salah satu aliran utama lainnya dari pendekatan terapi yang berlandaskan teori belajar, melibatkan pemberian ganjaran kepada individu atas pemunculan tingkah lakunya (yang diharapkan) pada saat tingkah laku itu muncul.
Pengkondisian operan ini dikenal dengan istilah pengkondisian instrumental (instrumental conditioning) karena memperlihatkan bahwa tingkah laku instrumental bisa dimunculkan oleh organisme yang aktif sebelum penguatan diberikan untuk tingkah laku tersebut.
Skinner, yang dianggap sebagai pencetus gagasan pengkondisian operan, telah mengembangkan prinsip-prinsip penguatan yang digunakan pada upaya memperoleh pola-pola tingkah laku tertentu yang dipelajari. Dalam pengkondisian operan, pemberian penguatan positif bisa memperkuat tingkah laku, sedangkan pemberian penguatan negatif bisa memperlemah tingkah laku. Tingkah laku berkondisi muncul di lingkungan dan instrumental bagi perolehan ganjar.
Sering kali orang mengalami kesulitan karena tingkah lakunya berlebihan atau kekurangan tingkah laku yang pantas. Konselor yang mengambil pendekatan behavioral membantu konseli untuk belajar cara bertindak yang baru dan pantas, atau membantu mereka untuk memodifikasi atau mengeliminasi tingkah laku yang berlebihan. Dengan kata lain, membantu konseli agar tingkah lakunya menjadi lebih adaptif dan menghilangkan yang maladaptive.
            Dalam perkembangan psikologi, behaviorisme termasuk kedalam gerakan/aliran psikolgi yang kuat dan lebih berpengaruh. Tokoh pendirinya adalah John B.Watson. Dia seorang yang agresif dan menyataan bahwa psikologi yang dipelajari orang selama ini baik oleh kaum strukturalisme maupun fungsionalisme, termasuk metode yang salah.
            Menurut Watson, mempelajari gejala/pengalaman kesadaran dengan teknik observasi intropeksi meskipun dengan cara eksperimental sekalipun adalah kurang tepat, karena dengan introspeksi yang subjek itu, tidak mungkin dapat menjamin hasil yang objektif. Tidak mungkin 2 orang observer intropeksionis yang terlatih sekalipun dapat menghasilkan observasi yang sama, meskipun objeknya sama. Oleh karena itu, Watson menghimbau agar psikologi tidak lagi memusatkan perhatiannya untuk mempelajai gejala-gejala kesadaran atau bawah sadar, tetapi sesuai tugasnya psikologi harus berupaya untuk meramalkan apa sebenarnya yang menjadi sasaran/tujuan tingkah laku dan berusaha bagaimana agar orang dapat mengendalikan tingkah laku tersebut. Atas dasar pendapat itulah maka Watson mengusulkan agar psikologi itu didefinisikan sebagai “The science of behavior”.
            Pendapat dan pandangan behaviorisme ini banyak mempengaruhi pemikiran psikologi modern. Salah satu tokohnya selain Watson, Pavlov, ER, Guthrie, C.hull dan sebagainya yang banyak pengaruhnya adalah B.F. Skinner; menurut pendapatnya yang terkenal itu menyatakan: “lingkungan merupakan kunci penyebab terjadinya tingkah laku”. Untuk memahami tingkah laku manusia terhadap individu sebelum dan sesudah ia memberikan respon ingkah laku biasanya terjadi/ timbul dan dikendalikan oleh sebab dan akibat dari lingkungan[2].
            Meskipun demikian, psikologi behavioristik menerima pandangan dari tradisi sensasionalistik Prancis dan Empirik Inggris. Pendahulu langsung behaviorisme adalah refleksologi fisiologi Rusia dan Asosiasi Thorndike. Refleksologi fisiologis memperoleh fondasi utama penelitian-penelitian Sechenov dan Bekhtere, tetapi pavlov lah yang menyempurnakan reduksi peristiwa-peristiwa psikologi menjadi proses-proses behavioral dan fisiologi dalam teor pengondisian yang komperehensif. Formulasi dari Watson pada intinya diartikan sebagai eemen-elemen stimulus dan respons. Namun, dalam upaya membebaskan psikologi dari sisa-sisa konstruk mentalistik, definisi Watson tentang psikologi sebagai semata-mata peristiwa-peristiwa peripheral merupakan definisi yang terlalu terbatas, dan para sejawat Watson melalui proses mengembangkan Behaviorisme menjadi system yang lebih lengkap. Para peneliti seperti Holt, Weiss, Hunter, dan Lashley memasukkan kembali berbagai aktivitas psikologis penting dalam behavioisme.
            Psikologi beavioristik meluas hingga melampai formulasi original Pavlov dan Watson. Refleksiologi Rusia berlanjut dala tradisi Pavlov, dan salah satu perkembangan yang ebih signifikan dihasilakan dalam penelitan ilmuan Jerzy  konorski, yang memiliki tujuan untuk mengintegrasikan fisiologi pengkondisian Pavlov dengan neurofisiologi Sherington. Penelitian awal Konorski pertama-tama menetapkan  perbedaan tegas antara dua paradigm pegondisian, dan kaariernya mencapai puncaknya dengan penelitian cerdas tentang fisiologi otak yang mendukung system sibernetik perilaku. Refleksologi kontemporer di Rusia dan di Negara-negara tetangganya  telah sangat meluas hingga mencakup bebagai maslah psikologi dan fisiologi, dibawah kepeloporan para ilmuwan terkemuka seperti Vygotsky, Luria, Asratyan, dan Beritashvili.
            Di Amerika Serikat behaviorisme berkembang melalui beberapa tahap intelektual. Dalam fase pengembangan teori pada tahun 1930-an dan 1940-an, para pskolog seperti Guthrie, Tolman, dan Hull mengupayakan erbagai teori Komperehensif tentang pembelajaran. Meskipun pengembangan teori tersebut hamper  mencapai bentuk lengkapnya melalui Hull, teori yang konperehensif tidak memadai, memicu lahirnya positivism radikal Skinner. Diikuti dengan kembali pengumpulan data, yang dirincikan oleh pengembangan model-model atau teori mini bernuansa terapan. Model pembelajaran pemprosesan informasi dan matematis, model penelitian neo Hullian, model Kognitif, dan pendekatan operant merupakan contoh-contoh pengelompokan behavioris belum lama berselang. Penggunaaan utama behaviorisme adalah modifikasi perilaku dalam penerapan klinis. Behaviorisme kontemporer merupakan kekuatan dominan dalam psikologi, tetapi behaviorisme yang telah berkembang memiliki basis luas, dengan asumsi metodologi, dan penerapan yang sangat beragam[3].

B.     Tujuan, Sasaran,  dan Kegunaan Terapi Tingkah laku        
            Terapi tingkah laku merupakan usaha untuk memanfaatkan secara sistematis pengetahuan teoritis atau pun empiris yang dihasilkan dari penggunaan metode eksperimen dalam psikologi, untuk memahami dan menyembuhkan pola tingkah laku abnormal. Untuk pencegahan dan penyembuhan abnormalitas itu dimanfaatkan hasil studi eksperimental, baik deskriptif ataupun remedial[4].
            Terapi tingkahlaku dapat digunakan dalam menyembuhkan berbagai gangguan tingkahlaku, dari yang sederhana hingga yang komplex, baik individual ataupun kelompok. Terapi tingkahlaku dapat dilaksanakan oleh orang tua, guru dan paisen itu sendiri.
Menurut skinner, perilaku itu merupakan rangkaian perilaku yang lebih kecil atau lebih sederhana. Misalnya untuk datang kesekolah tidak terlambat, maka ini merupakan rangkaian perilaku bangun lebih pagi, mandi lebih pagi, dan seterusnya. Karena untuk membentuk perilaku baru, perlu perilaku tersebut di analisis menjadi perilaku-perilaku yang lebih kecildan juga di analisis mengenai reward yang akan digunakannya, yang pada akhirnya reward hanya akan diberikan pada perilaku yang ingin di bentuk[5].

C.    Tujuan Konseling  dan Hubungan klien dan konselor
a)      Tujuan Konseling
Tujuan konseling behavioral adalah untuk membantu klien membuang respon-respon yang lama yang merusak diri, dan mempelajari respon-respon yang baru yang lebih sehat. Terapi ini berbeda dengan terapi lain, dan pendekatan ini ditandai oleh :
a.       Fokusnya pada perilaku yang tampak dan spesifik
b.      Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment
c.       Formulasi prosedur treatment khusus sesuai dengan masalah khusus
d.      Penilaian objektif mengenai hasil konseling.
Jadi, tujuan terapi behavioral adalah untuk memperoleh perilaku baru, mengeleminasi perilaku yang maladaptif dan memperkuat serta mempertahankan perilaku yang diinginkan.
b. Hubungan klien dan konselor
Dalam kegiatan konseling, konselor memegang peranan aktif dan langsung. Hal ini bertujuan agar konselor dapat menggunakan pengetahuan ilmiah untuk menemukan masalah-masalah klien sehingga diharapkan kepada perubahan perilaku yang baru. Sistem dan prosedure konseling behavioral amat terdefinisikan, demikian pula peranan yang jelas dari konselor. Klien harus mampu berpartisipasi dalam kegiatan konseling, ia harus memiliki motivasi untuk berubah, harus bersedia bekerja sama dalam melakukan aktifitas konseling, baik ketika berlangsung konseling maupun di luar konseling.
Dalam hubungan konselor dengan klien harus di lakukan beberapa hal, yaitu:
a.    Konselor memahami dan menerima klien
b.   Keduanya bekerja sama
c.    Konselor memberikan bantuan dalam arah yang diinginkan klien[6].

D.  Proses Terapeutik
Ada beberapa kesalahpahaman yang menyangkut masalah tentang tujuan-tujuan dalam terapi tingkah laku. Salah satunya adalah bahwa tujuan terapi semata-mata menghilangkan gejala-gejala suatu gangguan tingkah laku dan bahwa setelah gejala-gejala itu terhapus gejala-gejala baru akan muncul karena penyebab-penyebab yang mendasari tidak ditangani[7].
Terapis behaviorisme secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarah pada tingkah laku yang baru dan adjustive.
Menurut Goodstein, peran konselor adalah menunjang perkembangan tingkah laku yang secara sosial layak dengan secara sistematis memperkuat jenis tingkah laku klien semacam itu.
Teknik-teknik behaviorisme harus menunjukkan keefektifannya melalui alat-alat yang objektif dan ada usaha yang konstan untuk memperbaikinya.
1.      Teknik-teknik tingkah laku umum
1)      Skedul penguatan
Dimana apabila suatu perilaku itu baru saja dipelajari, maka perilaku itu harus diperkuat setiap kali muncul dengan perkataan lain penguatan yang berlangsung terus. Setelah terbentuk, maka perkataan penguatan diganti dengan penguat intermiten, suapaya tingkah laku tetap bertahan.
2)      Shaping
Dimana tingkah laku yang dipelajari secara bertahap dengan pendekatan suksesif, deisebut sebagai shaping. Untuk mempelajari keterampilan baru, konselor dapat memecah-mecah tingkah laku kedalam unit-unit, dan mempelajarinya dalam unit-unit kecil.
3)      Ekstingsi
Eliminasi dari tingkah laku karena penguat tidak diberikan lagi. Hanya sedikit individu yang mau melakukan sesuat yang tidak memberi keuntungan[8].
2.      Teknik-teknik Spesifik
1)  Desensitasi sistematik
Desensitisasi sistematik adalah salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam terapi tingkah laku. Desensitisasi sistematik digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan ia menyertaka pemunculan tingkah laku atau respons yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapukan itu[9]. Teknik desentisasi sistematik bermaksud mengajar klien untuk memberikan respon yang tidak konsisten dengan kecemasan yang dialami klien. Teknik ini tak dapat dijalankan tanpa teknik relaksasi. Adapun prosedur pelaksanaan teknik ini adalah:
a.       Analisis perilaku yang menimbulkan kecemasan.
b.      Menyusun hierkhi atau jenjang-jenjang situasi yang menimbulkan kecemasan dari yang kurang hingga yang paling mencemaskan klien.
c.       Memberi latihan relaksasi otot-otot yang dimulai dari lengan hingga otot kaki.
d.      Klien diminta membayangkan situasi yang menyenangkan.
e.       Klien disuruh memejamkan mata, kemudian disuruh membayangkan situasi yang kurang mencemaskan, bila klien sanggup tanpa cemas , berarti situasi tersebut dapat diatasi klien. Demikian seterusnya hingga situasu yang paling mencemaskan.
f.       Bila pada suatu situasi klien cemas dan gelisah, maka konselor memerintahkan klien agar membanyangkan situasi yang menyenangkan tadi untuk menghilangkan kecemasan yang baru terjadi.
g.      Menyusun hierarkhi atau jenjang kecemasan harus bersama klien dan konselor menuliskannya dikertas.
2)  Assertive training
Teknik konseling behavioral yang menitikberatkan pada kasus yang mengalami kesulitan dalam perasaan yang sesuai dalam menyatakannya. Teknik ini merupakan suatu teknik untuk membantu klien dalam hal-hal :
a.       Tidak dapat menyatakan kemarahannya atau kejengkelannya.
b.      Mereka sopan berlebihan dan membiarkan orang lain mengambil keuntungan dari padanya.
c.       Mereka mengalami kesulitan dalam berkata “tidak”, dan sebagainya.
Di dalam teknik ini konselor berusaha memberikan keberanian kepada klien dalam mengatsi kesulitan terhadap orang lain. Pelaksanaan teknik ini dengan role playing. Konselor misalnya berperan sebagai atasan yang galak, dan klien sebagai bawahannya. Kemudian dibalik, klien menjadi atasan yang galak dan konselor menjadi bawahan yang mampu dan berani mengatakan sesuatu kebenaran.
3)  Aversion therapy
Teknik ini bertujuan untuk menghukum perilaku yang negatif dan memperkuat perilaku positif. Hukuman bisa dengan kejutan listrik, atau memberi ramuan yang membuat orang muntah. Secara sederhana anak yang suka marah dihukum dengan membiarkannya. Perilaku maladjustive misalnya anak yang suka berkata bohong, perilaku homoseksual dengan memberi pertunjukan film yang disenanginya lalu dilistrik tangannya dan film mati.
4)  Home-work
Suatu latihan rumah bagi klien yang kurang mampu menyesuaikan diri terhadap situasi tertentu. Caranya adalah dengan memberikan tugas rumah terhadap situasi tertentu[10].
5)  Perkuatan positif
Penerapan pemberian perkuatan positif membutuhkan spesifikasi tingkah laku yang diharapkan, penemuan tentang apa agen yang memperkuat bagi individu, dan penggunaan perkuatan positif secara sistematis guna memunculkan tingkah laku yang diinginkan.
6)  Pembentukan respons
Pembentukan respons berwujud pengembangan suatu respons yang pada mulanya tidak terdapat dalam perbendaharaan tingkah laku individu.
7)  Perkuatan intermiten
Dalam menerapkan pemberian perkuatan pada pengubahan tingkah laku, pada tahap-tahap permulaan terapis harus mengganjar setiap terjadi munculnya tingkah laku yang diinginkan. Jika mungkin, perkuatan-perkuatan diberikan segera setelah tingkah laku yang diinginkan muncul.
8)  Penghapusan
Penghapusan dalam kasus semacam ini boleh jadi berlangsung lambat karena tingkah laku yang dihapuskan telah dipelihara oleh perkuatan intermiten dalam jangka waktu lama.


9)  Pencontohan
Dalam pencontohan individu mengamati seorang model dan kemudian diperkuat untuk mencontoh tingkah laku sang model. Bandura menyatakan bahwa belajar yang bisa diperoleh melalui pengalaman langsung bisa pula diperoleh secara tidak langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain.
10)  Token economy
Metode ini dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku apabila persetujuari dan pemerkuat-pemerkuat yang tidak bisa idraba lainnya tidak memberikan pengaruh[11].







BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konseling Behavioral pada mulanya disebut dengan Terapi Perilaku yang berasal dari dua arah konsep yakni Pavlovian dari Ivan Pavlov dan Skinnerian dari B.F.Skinner. Secara garis besar sejarah perkembangan pendekatan behavioral terdiri dari Classical Conditioning dan Operant Conditioning.
Terapi tingkah laku merupakan usaha untuk memanfaatkan secara sistematis pengetahuan teoritis atau pun empiris. Terapi tingkahlaku dapat digunakan dalam menyembuhkan berbagai gangguan tingkahlaku.
Tujuan konseling behavioral adalah untuk membantu klien membuang respon-respon yang lama yang merusak diri, dan mempelajari respon-respon yang baru yang lebih sehat.
Teknik-teknik tingkah laku dan 2 yaitu : umum (Skedul penguatan, Shaping, dan Ekstingsi) dan spesifik (desensitasi sistematik, Assertive training, Aversion therapy, Home-work, Perkuatan positif, Pembentukan respons, Perkuatan intermiten, Penghapusan, Pencontohan, dan Token economy).

B.  Saran
Makalah pendekatan behaviorisme ini bisa bermanfat bagi pembaca dan penulis, serta mempraktekkan dalam kehidupannya. Kami berharap pembaca bisa melanjutkan makalah ini dan memperbaiki kekurangan yang ada dalam makalah ini.







DAFTAR PUSTAKA

Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan perkembangan. Jakarta : Pedoman Ilmu
     Jaya, 1993
Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Andi, 1981
Gerald Corey, Teori dan Praktek  Konseling dan Psikoterapi. Bandung :  PT. Refika
     Aditama, 2005
James F. Brennan, Sejarah dan Sistm Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003
Lesman, Dasar-dasar Konseling. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press), 2005
M.D Dahlan, Beberapa pendekatan dalam Penyuluhan (Konseling). Bandung : cv.               Diponogoro, 1985
Rochman Natawidjaja, Pendekata-pendekatan dalam Penyuluhan Kelompok 1. Bandung :   Jl. Moh. Toha,1987
Sofyan s. Willis, Konseling Keluarga. Bandung : alfabeta, 2009





[1] Sofyan s. Willis, Konseling Keluarga, (Bandung: alfabeta 2009) hlm. 104.
[2] Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan perkembangan. (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya. 1993). Hlm.28-29.
[3] James F. Brennan, Sejarah dan Sistm Psikologi. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.2003). hlm. 388-389.
[4] Dahlan, Beberapa pendekatan dalam penyuluhan (konseling), (Bandung: Diponegoro 1985) hlm.61
[5] Bimo Walgito, pengantar psikologi umum, (yogyakarta: Andi 2004) hlm. 72
[6] Sofyan s. Willis, konseling keluarga, (Bandung: alfabeta 2009) hlm. 106
[7] Gerald Corey, Teori dan Praktek  Konseling dan Psikoterapi.(Bandung:  PT. Refika Aditama, 2005) hlm. 200
[8] Lesman, Dasar-dasar Konseling. (Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press), 2005) hlm.30
[9] Gerald Corey, Teori dan Praktek  Konseling dan Psikoterapi. (Bandung :  PT. Refika Aditama, 2005) hlm.208
[10] Sofyan s. Willis, Konseling Keluarga. (Bandung: alfabeta,2009)  Hlm. 108.
[11] Gerald Corey, Teori dan Praktek  Konseling dan Psikoterapi.(Bandung:  PT. Refika Aditama, 2005) Hlm. 222.

1 komentar:

husnil mengatakan...

nona
boleh saya pinjam buku :
James F. Brennan, Sejarah dan Sistm Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003

Posting Komentar